Info Sekolah
Selasa, 08 Okt 2024
  • | Selamat Datang di Pondok Pesantren Modern Miftahunnajah | Yayasan Pelita Umat Yogyakarta |
  • | Selamat Datang di Pondok Pesantren Modern Miftahunnajah | Yayasan Pelita Umat Yogyakarta |
13 September 2023

Menjadi Manusia Mulia Dunia Mulia Akhirat

Rab, 13 September 2023 Dibaca 3020x

Manusia lahir ke dunia telah mewarisi sifat fitrah, yaitu Al-Islam, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)

Allah Ta’ala berfirman:
أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar Ruum: 30)

Imam Ibnu Katsir, menjelaskan ayat ini: “Maksudnya adalah tegakkan wajahmu dan teruslah berpegang pada apa yang disyariatkan Allah kepadamu, yaitu berupa agama Nabi Ibrahim yang hanif, yang merupakan pedoman hidup bagimu. Yang Allah telah sempurnakan agama ini dengan puncak kesempurnaan. Dengan itu berarti engkau masih berada pada fitrahmu yang salimah (lurus dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan para makhluk dalam keadaan itu. Yaitu Allah menciptakan para makhluk dalam keaadan mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan mengakui tidak ada yang berhak disembah selain Allah” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dalam perjalanan kehidupannya, manusia bergelut dengan urusan dunia dan akhirat sekaligus. Banyak yang mampu mengelola urusan dunia dan akhirat tersebut dengan seimbang dan tetap atas fitrah Al-Islam, namun tidak sedikit juga yang tidak berdaya menghadapi fitnah dunia dan akhirat. Jika kita analogikan dengan kuadran grafik kartesius dalam ilmu matematika, sumbu x positif artinya kemuliaan dunia, sumbu x negatif artinya kehinaan dunia, sumbu y positif artinya kemuliaan akhirat dan sumbu y negatif artinya kehinaan akhirat. Analogi ini seperti yang digambarkan Allah ta’ala dalam firmannya:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”

Berdasarkan analogi tersebut, maka kedudukan manusia dalam kehidupan ini terbagi menjadi 4 kuadran kehidupan.

Pertama: Manusia yang mulia dunia dan mulia akhirat (tu’til mulka wa tu’izzu), yaitu manusia yang berada pada kuadran pertama kehidupan. Mereka berada pada posisi kemuliaan dunia sekaligus kemuliaan akhirat. Mereka mampu mengelola kehidupan tetap pada fitrah-nya. Dalam sejarah, mungkin mereka bisa diwakili oleh sosok Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Diantara mereka diberi oleh Allah kekayaan melimpah, kekuasaan melegenda dan segala kemuliaan dunia. Di saat yang sama mereka tetap melakukan amal sholih dengan dunia yang mereka miliki. Umar bin Khattab pernah berkata,
عِزُّ الدُّنْيَا بِالْمَالِ وَ عِزُّ الْأَخِرَةِ بِصَالِحِ الْأَعْمَالِ
“Kemuliaan dunia dengan harta benda dan kemuliaan akhirat dengan amal sholih”

Ketika mereka memiliki harta melimpah, maka mereka membelanjakan hartanya di jalan Allah dalam bentuk zakat, infak, shodaqoh, wakaf, hibah, hadiah dan bentuk pemberian lainnya. Mereka menjadi sosok manusia dermawan mencotoh kedermawanan Rasulullah dan para sahabat.
كَانَ النَّبِىُّ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ
“Nabi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling dermawan masalah kebaikan (harta benda), dan kedermawanan beliau mencapai puncaknya pada bulan Ramadhan di saat berjumpa dengan Malaikat Jibril” (HR. Bukhari-Muslim)

Ketika mereka diberi kekuasan, maka mereka menggunakan kekuasaan untuk menegakkan agama Allah, meninggikan kalimat-Nya, menerapkan hukum-Nya dan menjaga syariat-Nya. Mereka berupaya dengan kekuasaan itu agar seluruh manusia patuh dan taat kepada Allah, memurnikan tauhid, menjalankan ibadah dan meninggalkan segala bentuk kedurhakaan. Mereka berkuasa dengan penuh amanah, adil, jujur, bijaksana dan mencintai rakyatnya. Mereka adalah sebaik-baik pemimpin. Demikianlah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menegaskan.
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo’akan kalian dan kalian mendo’akan mereka” (HR. Muslim)

Kedua: Manusia yang hina dunia dan mulia akhirat (tanzi’ul mulka wa tu’izzu), yaitu manusia yang berada pada kuadran kedua kehidupan. Mereka berada pada posisi kemuliaan akhirat menurut pandangan Allah dan pada kehinaan dunia menurut pandangan manusia. Dalam sejarah, mungkin mereka bisa diwakili oleh sosok Abu Dzar al-Ghifari, Bilal bin Rabbah dan Uwais Al-Qorni. Mereka tidak banyak mendapatkan bagian dunia namun pribadinya benar-benar dekat dengan Allah ta’ala. Boleh jadi mereka terlihat miskin, lemah, diremehkan, tidak punya kedudukan, tidak menjadi pemimpin dan tidak terkenal, namun mereka adalah orang-orang yang bertakwa. Mereka adalah golongan orang yang tidak terkenal di dunia tetapi terkenal di langit.

Boleh jadi, banyak diantara mereka adalah ahli surga yang sebenarnya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Dari Haritsah bin Wahb radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا: بَلَي، قَالَ: كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ
“Maukah kusampaikan kepada kalian tentang ahli surga?” Para sahabat menjawab. “Tentu.” Beliau bersabda, “Orang-orang yang lemah dan diremehkan. Andaikan orang ini bersumpah atas nama Allah (berdoa), pasti Allah kabulkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

An-Nawawi dalam syarah hadis ini menyatakan: Makna hadis: “Dia diremehkan masyarakat, dianggap hina, suka disuruh-suruh, karena dia lemah dari sisi dunianya. Maksud hadis ini adalah umumnya penduduk surga orangnya semacam itu, bukan maksudnya seluruh penduduk surga.”

Ketiga: Manusia yang mulia dunia tetapi hina akhirat (tu’til mulka wa tudzillu), yaitu manusia yang berada pada kuadran ketiga kehidupan. Mereka berada pada posisi kemuliaan dunia menurut pandangan manusia dan pada kehinaan akhirat menurut pandangan Allah ta’ala. Dalam sejarah, mungkin mereka bisa diwakili oleh sosok Namrud, Firaun, Abu Lahab dan Abu Jahal. Mereka diberi kekuasaan yang besar, kekayaan melimpah dan segala kemewahan dunia namun mereka menentang Allah dengan penentangan yang sangat keras.

Orang-orang seperti itu justru sangat berbahaya bagi agama, karena mereka memiliki segala sumber daya dan kekuatan untuk menghancurkan. Jika mereka memiliki kekayaan melimpah maka kekayaannya itu digunakan untuk melemahkan Islam. Jika mereka memiliki kekuasaan, maka kekuasaannya itu digunakan untuk menghacurkan Islam. Mereka berkuasa dengan penuh kezhaliman, kesewenang-wenangan, kesombongan dan ketidakadilan. Mereka membenci rakyatnya dan rakyatnyapun membenci mereka. Mereka adalah seburuk-buruk pemimpin.
وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ
“Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka”

Keempat: Manusia yang hina dunia dan hina akhirat (tanzi’ul mulka wa tudzillu), yaitu manusia yang berada pada kuadran keempat kehidupan. Mereka berada pada posisi kehinaan dunia sekaligus kehinaan akhirat. Mereka nampak sebagai orang-orang yang fakir tetapi juga kufur kepala Allah. Mereka terlihat sebagai orang-orang miskin harta tetapi juga miskin amal shalih. Mereka dalam posisi lemah dunia tetapi juga lemah iman. Mereka tidak memiliki kedudukan tetapi juga tidak memiliki ketakwaan. Pendek kata, mereka hina dunia sekaligus hina akhirat. Na`udzubillah …

Itulah 4 kedudukan manusia dalam kuadran kehidupan ini. Mudah-mudahan kita senantiasa diberi kedudukan yang terbaik, yaitu menjadi orang yang mulia dunia dan mulia akhirat. Jika tidak, minimal menjadi orang yang mulia akhirat meskipun tidak mulia dunia. Karena mereka itulah orang-orang yang tetap berjalan atas fitrah Al-Islam.

Penulis
Muhamad Mujari

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Komentar Terbaru

    Cover for Miftahunnajah
    57
    Miftahunnajah

    Miftahunnajah

    Pesantren Modern Terintegrasi dengan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah
    Mendidik generasi yg sensitif,kreatif dan produktif berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah
    Trihanggo.Gamping.Sleman.Yogyakarta
    www.miftahunnajah.sch.id

    3 weeks ago

    Miftahunnajah
    UNDANGANPembinaan PegawaiKepadaGuru/KaryawanMusyrif/MusyrifahMTs-MA MiftahunnajahPPM Miftahunnajah Yayasan Pelita UmatMengharap kehadirannya pada:Hari/Tgl: *Jum’at, 20 september 2024*Waktu : *Pukul 15.00 - 17.30 WIB*Tempat : *masjid jami’ MA Miftahunnajah*Agenda - Ashar Berjama`ah - Silaturrahim - Pembinaan dan Pengajian - InformasiNarasumber Ust. Abdullah SunonoDemikian undangan ini disampaikan. Atas kehadirannya diucapkan jazakumullah khairan katsiranSalam SuksesMiftahunnajah GroupCatatan:Jika berhalangan mohon izin kepada kepala unit ... See MoreSee Less
    View on Facebook

    Selamat Datang di Ponpes Modern Miftahunnajah

    Site Statistics
    • Today's visitors: 22
    • Total visitors : 18,149
    • Total page views: 24,069